BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran
matematika yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan adalah Realistic
Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR). RME diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Belanda. Gagasan pendekatan pembelajaran matematika dengan
realistik ini tidak hanya populer di Negeri Belanda saja, banyak negara maju
telah menggunakan pendekatan baru yaitu pendekatan realistik. Matematika
realistik banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua
pandangan penting beliau adalah ‘mathematics must be connected to reality
and mathematics as human activity ’. Pertama, matematika harus dekat
terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua,
ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus
di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam
matematika.
Realistic
Mathematics Education adalah
pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi
siswa, menekankan keterampilan ‘procces of doing mathematics’,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan
dari‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu
untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada
pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau
evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi
dengan menghargai pendapat orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam pembuatan makalah ini penulis merumuskan
beberapa rumusan masalah sabagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran
pembelajaran
matematika realistic ?.
2.
Apa saja prinsip-prinsip pendidikan realistik
matematika Indonesia ?.
3. Apa saja
karakteristik pembelajaran matematika realistic ?.
4.
Bagaimana
langkah – langkah pembelajaran pembelajaran matematika realistic ?.
5.
Apa saja kekurangan dan kelebihan pembelajaran RME
?.
C.
Tujuan
Dalam makalah ini penulis menemukan beberapa
tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui yang
dimaksud/pengertian dengan pembelajaran pembelajaran matematika realistik.
2.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendidikan
realistik matematika Indonesia.
3.
Untuk mengetahui karakteristik pembelajaran
matematika realistik.
4.
Untuk mengetahui bagaimana langkah –
langkah pembelajaran pembelajaran matematika realistik.
5.
Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan pembelajaran
RME.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
RME
Ide RME dikemukakan oleh Hans
Freudenthal dari Belanda, gagasan ini muncul karena adanya perkembangan
matematika modern di Amerika dan praktek pembelajaran matematika yang terlalu
mekanistik di Belanda. Pembelajaran yang dimaksud adalah guru memberi siswa
suatu rumus lalu memberi contoh cara menggunakan rumus untuk menyelesaikan soal
diikuti dengan memberi soal latihan sebanyak-banyaknya tentang penggunaan rumus
tersebut. Untuk pengembangan dan penerapan guru memberi soal cerita yang dapat
diselesaikan dengan rumus tadi. Pada era 1980 terjadi perubahan dasar teori
belajar pada pembelajaran matematika yaitu dari behaviorism ke arah
konstruktivisme realistic.
Sedangkan perkembangan
pembelajaran matematika yang menggunakan metode demonstrasi di Indonesia, Proyek
Perluasan dan Peningkatan Mutu SD bekerjasama dengan Balai Pembinaan Guru
mengadakan pembinaan guru untuk menambah wawasan guru tentang bagaimana
pembelajaran suatu materi matematika yang menggunakan metode demonstrasi atau
realistic.
B.
Prinsip
– Prinsip Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Sejalan dengan konsep asalnya, PMRI dikembangkan dari tiga
prinsip dasar yang mengawali RME, yaitu guided reinvention and progressive
mathematization, didactial phenomenology, serta self-developed models (Gravemeijer: 1994: 90)
1.
Guided reinvention and progressive
mathematizing.
Menurut Gravemijer (1994: 90), berdasar prinsip reinvention, para siswa
semestinya diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses
saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber
inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention
dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini
strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian
formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu ditemukan masalah kontekstual yang
dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute
pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke
tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).
2.
Didactical phenomenology. Gravemeijer (1994: 90) menyatakan,
berdasar prinsip ini penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam
pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu:
a.
memunculkan
ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran.
b.
Kesesuaiannya
sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing.
3.
Self-developed models. Gravemeijer (1994: 91)
menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa
diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk
menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada
tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui
generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang
sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa.
C.
Karakteristik
Pembelajaran Matematika Realistik
Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas,
menurut Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994:114-115), PMR memiliki empat
karakteristik, diuraikan sebagai berikut:
- Menggunakan
masalah konstektual (the use of context). Pembelajaran diawali
dengan menggunakan masalah konstektual sehingga memungkinkan siswa
menggunakan pengalaman sebelumnya dan pengetahuan awal yang dimilikinya
secara langsung, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah konstektual
yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan
realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang
sudah dipahami atau mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree (dalam
Suherman, dkk., 2003:149-150), masalah konstektual dalam PMR memiliki
empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa dalam pembentukan konsep
matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung
pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai
sumber dan domain aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan
siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata
(realitas). Realitas yang dimaksud di sini sama dengan konstektual.
- Menggunakan
instrument vertical seperti model, skema, diagram dan symbol – symbol (use
models, bridging by vertical instrument). Istilah model berkaitan
dengan situasi dan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa (self
developed models), yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat
sendiri model – model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi
informal ke formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah konstektual yang merupakan keterkaitan antara model
situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model
matematika. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution). Siswa
diberi kesempatan seluas – luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi
informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur
untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam
proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya
semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.
- Proses
pembelajaran yang interaktif (interactivity). Mengoptimalkan proses
belajar mengajar melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan
siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal penting dalam PMR. Bentuk
– bentuk interaksi seperti: negoisasi, penjelasan, pembenaran,
persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk
pengetahun matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika
informal yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui
proses belajar yang interaktif.
- Terkait
dengan topik lainnya (intertwining). Berbagai struktur dan konsep dalam
matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian
antar topic atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar
pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam PMR pengintegrasian
unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esensial (penting).
Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah.
Di samping itu dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu
pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah
kontekstual yang diberikan.
D.
Ciri
– Ciri RME
Fauzan
(2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran yang menggunakan PMR memiliki beberapa
ciri, yaitu:
- Matematika
dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga memecahkan
masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem) merupakan
bagian yang esensial.
- Belajar
matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics).
- Siswa
diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika di bawah bimbingan
orang dewasa (guru).
- Proses
belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus
dari semua aktivitas di kelas.
- Aktivitas
yang dilakukan meliputi : menemukan masalah-masalah kontekstual (looking
for problems), memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir
bahan ajar (organizing a subject matter).
E.
Langkah
– Langkah Metode RME
Soedjadi
(2001 : 3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika realistic juga
diperlukan upaya “ mengaktifkan siswa” . Upaya itu dapat diwujudkan dengan cara
:
1. Mengoptimalkan keikutsertaan
unsur-unsur proses belajar mengajar
- Mengoptimalkan
keikutsertaan seluruh sense peserta didik.
Salah satu kemungkinan adalah dengan
memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi
sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. Salah satu upaya guru untuk
merealisasikan pernyataan diatas adalah menetapkan langkah-langkah pembelajaran
yang sesuai dengan prinsip dan karakteristik PMR (Pembelajaran Matematika
Realistik).
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta memperhatikan berbagai pendapat
tentang proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR di atas, maka
disusun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR sebagai berikut :
Langkah 1. Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual
sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Kemudian meminta
siswa untuk memahami masalah yang diberikan tersebut. Jika terdapat hal-hal
yang kurang dipahami oleh siswa, guru memberikan petunjuk seperlunya terhadap
bagian-bagian yang belum dipahami siswa.
Karakteristik PMR yang muncul pada
langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual
sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu
interaksi.
Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa mendeskripsikan masalah
kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang
dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah, selanjutnya siswa bekerja
menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang
satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan
terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah
tersebut.
Karakteristik PMR yang muncul pada
langkah ini yaitu karakteristik kedua mernggunakan model.
Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjutnya membandingkan dan
mendiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat digunakan siswa untuk
berani mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda dengan
lainya.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah
ini adalah karakteristik ketiga yaitu menggunakan kontribusi siswa ( students
constribution ) dan karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi (
interactivity ) antara siswa dengan siswa yang lain.
Langkah 4. Menyimpulkan.
Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa untuk menarik
kesimpulan suatu konsep atau prosedur yang terkait dengan masalah realistic
yang diselesaikan.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong kedalam langkah
ini adalah adanya interaksi ( interactivity ) antara siswa dengan guru (
pembimbing ).
F.
Kelebihan
Menurut suwarsono (2001:5) terdapat
kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu :
1. Pembelajaran matematika realistik
memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika
dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
- Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang
tersebut.
- Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa
cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak
harus sama antara yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan
atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam
mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan
cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa
diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari
proses penyelesaian masalah tersebut.
- Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa
dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang
utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan
sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu
( misalnya guru ). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
G. Kekurangan
Adanya
persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru
menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan
tersebut, yaitu :
1. Tidak mudah untuk merubah pandangan
yang berdasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan
soal atau masalah konstektual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk
dapat diterapkannya PMR.
- Pencarian
soal-soal konstektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok
bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal
tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermaca-macam cara.
- Tidak
mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara
dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah
- Tidak
mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan
penemuan kembali konsep – konsep atau prinsip – prinsip matematika yang
dipelajari.
H.
Aplikasi
dalam Pembelajaran
Beberapa
materi yang dapat di implikasikan dalam konteks dunia nyata Berdasarkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu materi aritmetika social yang
terdiri atas :
1. Melakukan simulasi aritmetika social
tentang kegiatan ekonomi sehari – hari,
- Memahami
pengertian harga beli, harga jual dan menemukan persamaan umum untung,
rugi, harga jual, harga beli.
- Menghitung
nilai keseluruhan, nilai per-unit, dan nilai sebagian, dan
- Menentukan
besar dan presentase, laba, rugi, harga jual, harga beli.
Dalam penerapanya kita dapat
menggunakan media pasar kelas untuk melakukan transaksi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Ide
RME dikemukakan pertama kali oleh Hans Freudenthal dari Belanda
- Realistic
Mathematics Education adalah
pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘
bagi siswa, menekankan keterampilan, berdiskusi dan berkolaborasi,
berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri dan menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik
secara individu maupun kelompok
- Karakteristik
Pembelajaran Realistik Matematika Menggunakan masalah konstektual (the
use of context), Menggunakan instrument vertical seperti model, skema,
diagram dan symbol – symbol (use models, bridging by vertical
instrument), Proses pembelajaran yang interaktif (interactivity),
Terkait dengan topik lainnya (intertwining)
- Ciri
– Ciri RME menurut Fauzan (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran yang
menggunakan PMR memiliki ciri, yaitu: (1) Matematika dipandang sebagai
kegiatan manusia sehari-hari, sehingga memecahkan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari-hari (contextual problem) merupakan bagian yang esensial,
(2) Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing
mathematics), (3) Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep
matematika di bawah bimbingan orang dewasa (guru), (4)Proses belajar
mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari semua
aktivitas di kelas, (5) Aktivitas yang dilakukan meliputi : menemukan
masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah
(solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a subject
matter).
- Langkah
– Langkah metode RME yaitu (1) Memahami masalah kontekstual, (2)
Menyelesaikan masalah kontekstual, (3) Membandingkan dan mendiskusikan
jawaban, (4) Menyimpulkan
- Menurut
suwarsono (2001:5) terdapat kelebihan dari PMR, yaitu : (1) PMR memberikan
pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan
kehidupan sehari-hari dan kegunaan bagi manusia, (2) PMR memberikan pengertian
yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka
yang disebut pakar dalam bidang tersebut, (3) PMR memberikan pengertian
yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah
tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan yang
lain, (4) PMR memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam
mempelajari matematika
- Kekurangan
PMR yaitu : (1) Tidak mudah untuk merubah pandangan yang berdasar tentang
berbagai hal, (2) Pencarian soal-soal konstektual yang memenuhi
syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak
selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa,
(3) Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan
berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah, (4) Tidak
mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan
penemuan kembali konsep – konsep atau prinsip – prinsip matematika yang
dipelajari
B. Saran
Menurut
kelompok saya, metode Realistic Mathematics Education cukup bagus untuk
mengembangkan siswa aktif. Sebaiknya guru tidak hanya seorang fasilitator,
moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih
nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain, tetapi guru juga perlu
menjelaskan (teacher telling) materi sejelas – jelasnya kepada siswa
agar siswa memahami materi tersebut.
Dari segi
keseluruhan, metode Realistic Mathematic Education cukup bagus, karena
manfaatnya sangat positif yaitu siswa berani mengemukakan pendapatnya meskipun
pendapat tersebut berbeda dengan lainya, membantu siswa dalam pembentukan
konsep matematika, membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir
siswa bermatematika, memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi
matematika, melatih kemampuan siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahlan,M.D.1990.Model-Model
Mengajar.Bandung:CV.Diponegoro.
Suherman,Erman
dkk.2004.Stretegi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung:UPI.
TIM
MKPBN.2001.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung:UPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar